Iklim keberagaman di Kota Padang kembali tercemar oleh oknum tidak bertanggung jawab. Kali ini tindakan diskriminasi dan intimidasi menimpa jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Solagracia Kampung Nias 3 Kota Padang yang pada Selasa 29 Agustus 2023 tengah melaksanakan kegiatan peribadatan di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Banuaran Nan XX, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.
Berdasarkan kronologi yang dihimpun Pelita Padang dari keterangan para korban serta pendamping hukum, rangkaian peristiwa tersebut bermula dari kegiatan peribadatan jemaat GBI Solagracia Kampung Nias 3 Padang. Ibadah keluarga tersebut dimulai pada 20.10 setelah waktu sholat isya. Kegiatan berlangsung di sebuah rumah kontrakan yang disewa oleh J, anggota jemaat dengan dihadiri oleh 15 orang.
Sekitar pukul 20.30 ketika jemaat masih melaksanakan ibadah, seorang perempuan bernama L datang bersama suaminya R, memaksa ibadah untuk dihentikan. Sepasang suami istri itu tinggal di belakang rumah kontrakan tempat dilaksanakan ibadah.
Menurut pengakuan L dan R, rumah kontrakan tersebut adalah rumah milik keluarga besar mereka. Tindakan penghentian tersebut juga disertai kekerasan. Dengan alasan kegiatan ibadah jemaat GBI membuatnya terganggu, perempuan tersebut melempar batu sebanyak dua kali ke jendela hingga kacanya pecah.
Padahal ketika awal kontrak rumah, J sudah memberitahu ke RT terkait kebaktian rumah yang akan diadakan sesekali. J juga menjelaskan jika sudah dapat izin juga dari pemilik rumah kontrakan yang bernama Y.
Jemaat yang tidak menduga akan menerima tindakan tersebut sontak keluar, sehingga terjadi perdebatan. Di tengah perdebatan, seorang pria bernama Dodo datang dengan membawa parang. Ia mengaku juga merupakan anggota keluarga dari pemilik rumah kontrakan.
"Ini rumah juga ada hak saya, kalian cuma ngontrak! Saya gorok kalian nanti," ia mengancam. Setelahnya datang lagi N (adiknya L) datang membawa kayu panjang di kedua tangannya dan hendak memukul Martinus, salah satu jemaat yang hadir. Namun ditahan oleh J. Ke-empatnya (L, R, D, N) tetap memaksa membubarkan ibadah. Warga sekitar mulai berdatangan karena keributan tersebut.
Dengan demikian Pelita Padang sangat menyayangkan mengapa penolakan yang berujung pada tindakan kriminal itu bisa terjadi. Pelita Padang meminta pemangku kebijakan maupun aparatur negara menjamin kebebasan beragama dan bekepercayaan warga negaranya. Dalam kasus ini, pemerintah kota sampai level terkecil yakni tingkat RT dan RW wajib memfasilitasi dan memastikan setiap warganya bisa mengekspresikan keagamaan mereka dengan aman dan nyaman.
Menanggapi kejadian ini, Ketua Pelita Padang Angelique Maria Cuaca menyayangkan tindakan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) tersebut.
"Pelarangan beribadah adalah tindakan yang mencederai hak asasi manusia. Setiap manusia itu apapun etnik dan agamanya adalah setara dan semartabat, sudah seharusnya saling memberi ruang. Bukan sebaliknya malah meniadakan aktivitas kelompok yang berbeda," ungkap Angelique dalam keterangannya, Kamis 31 Agustus 2023.
Menyusul kegaduhan tersebut, Ketua RT dan RW kemudian datang. Ketua RT menyebutkan ibadah yang dilakukan di rumah tersebut tidak ada izin. Padahal ketika awal kontrak rumah, J sudah memberitahu ke RT. J menjelaskan jika sudah dapat izin dari pemilik rumah kontrakan. Sementara Ketua RW menyebutkan tidak masalah jika pemilik kontrakan sudah mengizinkan namun harus tetap menghargai tetangga sekitar.
Salah satu jemaat GBI Solagracia Kampung Nias 3 Padang kemudian pergi ke Polsek Lubeg untuk melapor meminta perlindungan. Sebagai tindak lanjut, polisi dari Polsek Lubeg datang dan membawa L, R, D, N ke Polresta Padang untuk diperiksa.
Komentar